Kegiatan budaya untuk generasi muda dengan nostalgia masa lalu

Tidak hanya anak-anak yang senang mengikuti workshop tersebut. Para senior yang hadir untuk menonton workshop juga menikmatinya. Mereka ikut menggerakkan kepala, lengan, pergelangan tangan dan tertawa sambil duduk di kursi masing-masing. “Wat geweldig om dit te zien en om mee te doen” …

Pada hari Rabu, 22 Februari 2023, saya bersama anak laki-laki saya, Lionel (8 th), menghadiri kegiatan Workshop Tari yang diselenggarakan oleh Deby Subiyanti dari Yayasan Peduli Seni Indonesia (PSI). dalam rangka hari Valentine.  Kegiatan ini diselenggarakan di ruang pertemuan Verpleeghuis De Vijverhof, Capelle aan den Ijssel.

Membawa tema “De liefde is nooit voorbij”, Deby membawakan Workshop Tari untuk anak bekerja sama dengan acara Kumpulan dari De Vijverhof. Kumpulan merupakan agenda bulanan bagi senior yang mempunyai latar belakang Indisch, Molluks maupun Indonesia yang tinggal di De Vijverhof dan sekitarnya.

Acara dibuka dengan perkenalan PSI kepada para peserta Kumpulan dan langsung dilanjutkan dengan Workshop Tari Kupu-Kupu. Anak-anak mengikuti gerakan yang diperagakan oleh Deby. “Ayo kita bergerak seperti kepompong yang kemudian menjadi kupu …. kepakkan sayapmu”. Anak-anak yang mengikuti workshop tari tertawa melihat gerakan kepala, badan dan tangan yang diperagakan oleh Deby sambil mengikuti gerakan yang diperagakan.

Tidak hanya anak-anak yang senang mengikuti workshop tersebut. Para senior yang hadir untuk menonton workshop juga menikmatinya. Mereka ikut menggerakkan kepala, lengan, pergelangan tangan dan tertawa sambil duduk di kursi masing-masing. “Wat geweldig om dit te zien en om mee te doen”, kata salah satu senior yang duduk di sebelah saya.

Jason (9 th), salah satu peserta workshop, juga menampilkan kebolehannya melakukan street dance. Semua bertepuk tangan melihat gerakan-gerakan street dance Jason. Setelah memperagakan Tari Kupu-Kupu dan menikmati pertunjukan dari Jason, anak-anak diajak untuk melakukan prakarya membuat Kupu-Kupu. Volunteer dari PSI membantu aktivitas anak ini. Sedangkan Deby tetap berinteraksi dengan senior dengan mengajak mereka bernyanyi bersama.

Deby menyanyikan sebuah lagu Jawa “Anoman Obong” dan mengajak para senior ikut bergerak dan berdansa. “Bengawan Solo” merupakan lagu kedua yang dinyanyikan dan membawa para senior bernostalgia dengan sebuah tempat di Indonesia. Setelah itu, semua yang hadir ikut bersama-sama menyanyikan lagu “Burung Kakatua”. Saya dan Lionel pun ikut menyumbangkan sebuah lagu berjudul “Geef mij maar nasi goreng”. Lagu berjudul “Klappertaart met suiker” dibawakan oleh para senior dengan semangat menutup acara ini. Suasana sangat menyenangkan. Saya melihat anak-anak dan para senior menikmati kegiatan ini.

Saya sangat senang bisa menghadiri inisiasi baik dari PSI ini. Kegiatan dimana para senior bisa bergerak bersama, berdansa, dan menikmati aktivitas anak-anak. Namun tidak hanya itu saja. Kegiatan ini juga membawa senior untuk bernostalgia dengan masa kecilnya ketika mereka masih berada di Indonesia. Sebuah kegiatan yang bagus bagi tubuh, pikiran dan jiwa.

Harapan saya adalah ada semakin banyak pekerja seni Indonesia di Belanda yang terlibat dalam kegiatan intergenerasi, memperkenalkan budaya pada generasi muda sekaligus mengajak senior untuk bernostalgia dengan memori indah tempo dulu.

Een culturele activiteit voor de jonge generatie met nostalgie uit het verleden

Op woensdag 22 februari 2023 heb ik met mijn zoon Lionel (8 jaar) een dansworkshop bijgewoond. Deze workshop werd georganiseerd door Deby Subiyanti van de Stichting Peduli Seni Indonesia (PSI) in het kader van Valentijnsdag. Het werd gehouden in de ontmoetingsruimte van verpleeghuis De Vijverhof, Capelle aan den Ijssel.

Onder het thema “Liefde is nt voorbij” gaf Deby een dansworkshop voor kinderen die goed aansloot met de “Kumpulan” agenda van de Vijverhof. Kumpulan is een maandelijkse agenda voor ouderen met een Indische, Molukse en Indonesische achtergrond die in De Vijverhof en omgeving wonen.

Het evenement werd geopend met de introductie van PSI aan de deelnemers van de groep en ging meteen door met de Kupu-Kupu Dansworkshop. De kinderen volgden de bewegingen die Deby demonstreerde. “Laten we bewegen als een cocon die dan een vlinder wordt…. sla je vleugels uit”. De kinderen die deelnamen aan de dansworkshop lachten om Deby’s hoofd-, lichaams- en handbewegingen terwijl ze de gedemonstreerde bewegingen volgden.

Niet alleen de kinderen genoten van de deelname aan de workshop, maar ook de senioren die aanwezig waren, bewogen mee. Ze bewogen hun hoofd, armen en polsen en lachten terwijl ze op hun stoelen zaten. “Wat geweldig om dit te zien en mee te doen,” zei één van de senioren die naast me zat.

Jason (9 jaar), een van de deelnemers aan de workshop, toonde ook zijn vaardigheden in Street Dance. Iedereen klapte bij het zien van Jason’s streetdance moves. Na het demonstreren van de Kupu-Kupu Dans en het genieten van Jason’s optreden, werden de kinderen uitgenodigd om een vlinder knutsel te maken. Vrijwilligers van PSI hielpen bij deze kinderactiviteit. Ondertussen ging Deby door met de interactie met de senioren door hen uit te nodigen om samen te gaan zingen.

Deby zong het Javaanse lied “Anoman Obong”, en nodigde de senioren uit om te bewegen en te dansen. “Bengawan Solo” was het tweede uitgevoerde lied dat de senioren deed terugdenken aan een plaats in Indonesië. Daarna werd gezamenlijk het lied “Burung Kakatua” gezongen. Lionel en ik zongen ook een lied met de titel “Geef mij maar nasi goreng”. De senioren zongen enthousiast het lied “Klappertaart met suiker” om dit evenement af te sluiten. Erg leuke sfeer. Ik zie kinderen en senioren genieten van deze activiteit.

Ik ben erg blij dat ik mocht deelnemen aan dit initiatief van PSI. Een activiteit waarbij senioren samen konden bewegen, dansen en genieten van kinderactiviteiten. Bovendien gaf deze activiteit de senioren herinneringen aan hun jeugd toen ze in Indonesië waren. Een geweldige activiteit voor lichaam, geest en ziel.

Mijn hoop is dat er steeds meer Indonesische kunstwerkers in Nederland betrokken zullen raken bij intergeneratie activiteiten waarbij de cultuur bij de jongere generatie wordt geïntroduceerd en de oudere generatie wordt uitgenodigd om mooie herinneringen van vroeger op te halen.

Penulis:

Manik Kharismayekti

Pemerhati lansia / Stichting Alzheimer Indonesia Nederland

Alzheimer Europe Conference Bucharest, Romania 17-19 October 2022

Amalia Fonk-Utomo from Stichting Alzheimer Indonesia Nederland (ALZI Ned) recently attended the Alzheimer Europe Conference 2022 in Bucharest from October 17-19, 2022. During the conference, the we presented Melody Memory Project in Bali, Indonesia, as well as our poster presentation on adapting a book from Alzheimer Nederland to Bahasa and Indonesian culture. Additionally, we  held a session titled “Mengenal Gejala Demensia – Aku tidak mau Pikun” at the Indonesian Embassy in Bucharest on 20th  October.

Attending the Alzheimer Europe Conference in Romania in October 2022 was a once-in-a-lifetime opportunity for our team from ALZI Ned. The conference was held in the beautiful city of Bucharest, Romania. It brought together experts, researchers, and caregivers from all over Europe and beyond. It was an opportunity for us to learn about the latest developments in the field of Alzheimer’s research and to share our own experiences with others who are working to improve the lives of people with the disease.

We were proud to showcase the Melody Memory Project (MMP) Bali in this conference. MMP Bali was an activity that involves the elderly community to carry out meaningful activities in their old age. MMP Bali aimed to provide the elderly with accessible information about the functioning of the brain and about dementia by offering fun activities, namely a gamelan music program. Besides practicing gamelan and sharing information, health checks for the community were also held. Through this program, it is expected that the public will become more aware of dementia.

At this conference, ALZI Ned also had the opportunity to present a poster virtually. A poster presentation titled “Volunteer Activity: Adapting Alzheimer Nederland’s handbook into Indonesian language and culture” was accessible to both in-person and online participants.

In this virtual poster presentation, ALZI Ned focuses on volunteer activity in adapting books from Alzheimer’s Netherlands into Indonesian language and culture. “Dementie en nu” to “Demensia, Lalu Bagaimana?” and “Afscheid en verlies bij dementia” to “Kehilangan dan Perpisahan dalam Demensia”. This activity provides not only a platform for meaningful activities for the Indonesian diaspora in the Netherlands but also materials related to dementia that are easily accessible to the Indonesian community wherever they are.

During the conference, we had the opportunity to meet with other organizations and researchers who are also working to improve the lives of people with Alzheimer’s and dementia. We attended workshops, presentations, and roundtable discussions on topics such as caregiving, new treatments and therapies, and the latest research on the disease.

We also had the chance to explore the beautiful city of Bucharest and experience Romanian culture. We enjoyed the traditional cuisine, visited historic landmarks such as the Palace of the Parliament, and learned about the country’s rich history.

In Romania, we held also a session at the Indonesian Embassy in Bucharest to raise awareness about dementia symptoms and combat the stigma surrounding the disease in the Indonesian community. The session, titled “Mengenal Gejala Demensia – Aku tidak mau Pikun” (“Understanding Dementia Symptoms – I don’t want to be forgetful”), aimed to educate attendees about the warning signs of dementia and encourage them to seek early diagnosis and treatment, especially for Indonesian Diaspora in Romania.

Finally, ALZI Ned would like to thank Indonesian Ambassador to Romania and Moldova, Mr. M. Amhar Azeth, and his wife, Ibu Indriastuti, as well as Mr. Akhmad Masbukhin, Mrs. Ambar, Mr. and Mrs. Bambang, Mr. and Mrs. Agus, and all embassy staff for their support and collaboration during the session.

We hope that our visit to Romania gave an impact on raising awareness of dementia among the Indonesian community in Romania and globally.

Hope to see you again in Alzheimer Europe Conference 2023.

Jangan Maklum Dengan Pikun.

Pengalaman dan kerjasama team yang luar biasa bersama ALZI Nederland

Bahasa Indonesia:

3 bulan sudah kami berproses dan berkolaborasi bersama dalam acara Melody Memory Project (MMP) yang merupakan bentuk kerjasama SV UGM, Stichting Alzheimer Indonesia Nederland dan Balai Budaya Minomartani. Program MMP ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mempromosikan kualitas hidup untuk mengantisipasi Alzheimer dengan menyatukan kesehatan dan kesenian, dalam hal ini bermain gamelan. Secara teknis MMP diorganisir oleh Tim Project-based Learning (PBL) mahasiswa di bawah Center for Excellence in Culture and Tourism (CoE CT) SV UGM dengan keseluruhan anggota merupakan mahasiswa yang berasal dari Departemen Bahasa, Seni dan Manajemen Budaya (DBSMB).

Acara ini digelar di Balai Budaya Minomartani memiliki sasaran yaitu para lansia yang tergabung dalam grup karawitan Metri Budaya. MMP dihelat setiap hari minggu selama bulan Juni hingga September. Dalam pelaksanaanya, saya Fauzia Erbin Pebriarina selaku koordinator beserta teman-teman anggota yang lain bahu-membahu mempersiapkan segala acara yang berbeda tiap minggunya. Kami datang sepagi mungkin untuk mempersiapkan ruangan, membuka semua jendela memastikan sirkulasi udara berjalan dengan lancar, mempersiapkan alat-alat gamelan agar siap digunakan ketika grup Metri Budaya datang. Terlebih lagi ketika jadwal cek kesehatan dan pembagian vitamin, kami harus menghubungi berbagai pihak seperti perwakilan dari Grup Metri Budaya, petugas puskesmas yang bertugas mengecek kesehatan pada hari itu, hingga membantu merekap hasil cek kesehatan seluruh lansia. Namun, sebagai seorang mahasiswa rantau saya paling suka bagian ini, karena para mahasiswa juga mendapatkan giliran untuk melakukan pengecekan kesehatan dan yang terpenting, GRATIS!

Setelah membuka acara dan Grup Karawitan mulai memainkan gendhing, kami para mahasiswa mulai mempersiapkan agenda selanjutnya, yaitu istirahat yang dilanjutkan dengan Brain Gym. Kami membagikan snack dan air mineral kepada seluruh lansia anggota Grup Metri Budaya. Yang menarik disini adalah para lansia dilatih untuk selalu membawa kotak tempat snack dan botol minum milik masing-masing yang sudah dibagikan sejak hari pertama memulai program. Selain mengurangi sampah plastik, hal ini dapat melatih daya ingat para lansia dengan kebiasaan melakukan hal-hal kecil di lingkungan mereka.

Supaya acara lebih semarak, kami memutarkan video edukasi tentang lansia, hiburan, hingga games bersama. Pada akhir acara selalu kami tutup dengan melakukan Brain Gym bersama-sama. Kami mulai berjejer di barisan depan untuk memandu gerakan. Para lansia juga dapat melihat video gerakan tersebut melalui proyektor yang sudah kami siapkan. Gelak tawa tak terhindarkan ketika menyadari beberapa lansia bersusah-payah mengikuti gerakan Brain Gym yang semakin cepat. Seluruh peserta mengikuti gerakan dengan antusias dan bersemangat.

“MPP ini memberikan pengalaman yang sangat berharga karena kami bisa langsung mengabdi ke masyarakat terutama para lansia. Jadi lebih aware dengan keluarga yang sudah lansia juga. Walaupun lelah dan pusing tapi worth it”, kata Diva, anggota PBL bidang konsumsi dan logistik. “Senang juga bisa belajar dengan teman-teman, menambah relasi,  pengalaman,  dan memahami karakter orang lain”, tambah Dina, anggota PBL bidang acara.

Kehujanan saat membeli logistik, kepanasan kesana kemari membeli barang yang tak kunjung dapat, hingga hampir menginap di Balai Budaya Minomartani karena mempersiapkan live streaming pun pernah kami jalani. Namun, setelah melihat antusiasme dan keceriaan para lansia dalam mengikuti acara ini membuat kami semakin bersemangat merancang acara untuk minggu-minggu berikutnya. Kegiatan ini menjadikan kami sadar bahwa ada orang-orang yang memerlukan perhatian khusus di sekitar kami, yaitu lansia dengan kemungkinan penyakit Alzheimer dan Demensia yang mungkin dideritanya. Karena jika tiba waktunya nanti, kita semua pasti akan mengalami fase itu, menua.

Saya dan kami semua yakin apa yang telah kami lakukan pasti akan memberikan manfaat bagi kami secara pribadi, akademisi, dan semoga bagi masyarakat terutama lansia. Project ini mengajarkan arti bagaimana bekerja dengan team yang memiliki berbagai karakter dan kesibukan yang beranekaragam, bagaimana berkomunikasi dengan orangtua, dan bagaimana cara problem solving yang baik.

Terimakasih ALZI Ned atas pelajaran yang luar biasa, pengalaman kolaborasi ini tak akan kami lupa.

(Text dan foto: Fauzia Erbin Pebriarina)

English

Great experience and teamwork with ALZI Nederland

We have been processing and collaborating together for 3 months in the Melody Memory Project which is a form of collaboration between SV UGM, Stichting Alzheimer Indonesia Nederland, and the Minomartani Cultural Center. The MMP program is implemented with the aim of promoting quality of life to anticipate Alzheimer’s by uniting health and the arts, in this case playing gamelan. Technically, MMP is organized by the Student Project-based Learning (PBL) Team under the Center for Excellence in Culture and Tourism (CoE CT) UGM SV with all members being students from the Department of Language, Arts and Cultural Management (DBSMB).

This event was held at the Minomartani Cultural Center with the target of the elderly who are members of the Metri Budaya musical group. MMP is held every Sunday from June to September. In the implementation, Fauzia Erbin Pebriarina as the coordinator along with other members worked in a team to prepare different events every week. We came as early as possible to prepare the room, opened all the windows to ensure the air circulation, and prepared the gamelan instruments to be ready for use when the Metri Budaya group arrived. Not to mention when to schedule checks and distribution of vitamins, we have to contact various parties such as representatives from the Metri Budaya Group, puskesmas officers to monitor their health. However, as an overseas student I like this part the most, because students also get their turn to do health checks and most importantly, it’s FREE!

After we opened the event and the Karawitan Group started playing gendhing, we began to prepare for the next agenda, break time which was followed by Brain Gym. We distributed snacks and mineral water to all elderly members of the Metri Budaya Group. What’s interesting here is that the elderly are trained to always carry their respective snack boxes and drinking bottles that have been distributed since the first day of starting the program. In addition to reducing plastic waste, this can train the memory of the elderly with the habit of doing small things in their environment.

To make the event livelier, we played educational videos about the elderly, entertainment, and games together. At the end of the event we always close by doing Brain Gym together. We started lining up in the front row to guide the movement. The elderly can also see a video of the movement through the projector we have prepared. Laughter was unavoidable when we realized that some of the elderly were struggling to keep up with the rapidly accelerating movements of the Brain Gym. All participants followed the movement with enthusiasm and enthusiasm.

“This MPP provides a very valuable experience because we can directly serve the community, especially the elderly. So be more aware with elderly families too. Although tired and dizzy, it was worth it!” Diva said, a member of PBL in the field of consumption and logistics. “It’s also nice to be able to learn with friends, add relationships, experience, and understand other people’s characters.” Added Dina, a member of the PBL for events.

It was raining when we bought logistics, it was too hot here and there to buy things that we couldn’t get, until we almost stayed at the Minomartani Cultural Center because we even had to prepare for live streaming. However, after seeing the enthusiasm and participation of the elderly in participating in this event, it made us even more excited to plan events for the following weeks. This activity made us aware that there are people who need more attention around us, namely the elderly with possible Alzheimer’s and Dementia diseases that they may suffer from. Because when the time comes, we will all experience that phase, aging.

I and all of us believe that what we have done will certainly provide benefits for us personally, academically, and hopefully for the community, especially the elderly. This project teaches the meaning of how to work with a team that has various characters and diverse activities, how to communicate with parents, and how-to do-good problem solving.

Thank you ALZI Ned for the wonderful lessons, we will never forget this collaborative experience.

(Text and photo by Fauzia Erbin Pebriarina)

Zomerkamp Breinspoken (Perkemahan Musim Panas ‘Hantu Otak’) – Summer Camp ‘Brain Ghost’

BAHASA INDONESIA

Beberapa tahun terakhir insidensi young-onset dementie di Belanda bertambah dengan pesat. Gejala dari young-onset dementie biasanya berbeda dengan gejala demensi yang pada umumnya terjadi pada usia tua. Young-onset dementie berdampak besar terhadap keluarga dan khusus terhadap anak-anak. Anak-anak dimana orang tuanya terdiagnosis young-onset dementie, tumbuh dalam situasi sulit dan berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Pada tanggal 12 – 15 Agustus 2022, Alzheimercentrum Amsterdam mengadakan kegiatan Perkemahan Musim Panas (Zomerkamp) khusus untuk anak-anak dimana salah satu orang tuanya adalah orang dengan demensia. Summer camp ini bertema “Samen strijden tegen breinspoken” (Bersama berperang melawan hantu otak).

Dalam acara ini, anak-anak dari ODD bertemu dengan anak-anak lain yang dibesarkan dalam situsi yang sama. Mereka saling bertukar informasi dan pengalaman mengenai keadaan di rumah. Mereka juga bersama-sama melakukan aktivitas aktvitas menarik dimana mereka bisa sesaat melupakan keaadaan “sulit” di rumah dan menjadi anak-anak seperti anak-anak pada umumnya.

Agnes Djamianto, salah satu champion ALZI Ned, memiliki kesempatan untuk berpartisipasi di acara ini. Dia membagikan ceritanya di tulisan berikut.

Bersama-sama dalam perang melawan hantu otak

Sebagai anak dari orang tua dengan demensia di usia muda, Anda tumbuh dalam keadaan yang berbeda dan mempunyai banyak kekhawatiran.  Anak yang memiliki orang tua dengan demensia seringkali merasa minder karena banyaknya tantangan dalam keluarga.  Selain itu, para pengasuh muda ini memiliki tanggung jawab yang tidak sesuai dengan usia dan perkembangan mereka. 

Di zomerkamp ini, anak-anak dan orang tua yang sehat bertemu, bertukar informasi, berbicara tentang pengalaman mereka di rumah dan melakukan kegiatan bersama dan menikmati saat-saat santai. Ada kurang lebih 40 orang peserta dan 7 orang pembimbing. Usia anak-anak yang ikut kegiatan ini bervariasi dari 4 hingga 22 tahun (usia peserta termuda adalah 4 tahun).

Mengikuti kamp ini, hati saya trenyuh. Saya mendengar perjuangan keluarga-keluarga muda yang pasangannya harus melalui perjalanan panjang untuk dapat akhirnya diagnosa Alzheimer atau penyakit demensia lainnya. Usia yang masih tergolong muda, kadang membuat dokter lebih memandang mereka terkena burt-out atau depresi.

Anak-anak mendapatkan kesempatan untuk berbicara sesuai dengan kelompok usianya. Mereka membicarakan berbagai hal, seperti: ketakutan mereka, bully, merasa tak dimengerti. Kami sebagai orang tua yang sehat juga mendapat banyak kesempatan untuk mengobrol dan tanya jawab dalam group.

Di hari ke 2, ada dokter Sven dari Alzheimer Centrum yang datang memberikan penjelasan tentang otak kita dengan cara yang sangat mudah dimengerti oleh anak-anak. Dia bahkan membawa otak asli dari yang terkena demensia dan otak yang sehat. Selain itu, ada banyak aktivitas yang kami lakukan bersama. Ada kayak, membuat float, climbing, BBQ, dan lain sebagainya.

Selama ini sangat sulit bagi saya untuk bertemu dan bertukar pikiran dengan orang yang mempunyai situasi yang sama: Alzheimer dengan posisi anak-anak masih kecil dan usia produktif. Tantangan saya berbeda dengan tantangan mayoritas keluarga penderita Alzheimer. Begitu juga acara atau kegiatan yang sudah ada, kebanyakan sasarannya berbeda dengan saya.  Oleh karena itu, saya pribadi sangat bersyukur bisa ikut serta di acara ini.

ENGLISH

Summer Camp ‘Brain Ghost’

In recent years the incidence of young-onset dementia in the Netherlands has increased rapidly. The symptoms of young-onset dementia are usually different from those of dementia that generally occur in old age. Young-onset dementia has a major impact on families and especially on children. Children whose parents are diagnosed with young-onset dementia grow up in difficult situations and are different from children in general. On 12 – 15 August 2022, Alzheimer centrum Amsterdam was holding a special Summer Camp for children where one of the parents is a person with dementia. This summer camp was themed “Samen strijden tegen breinspoken” (Fighting together against brain ghosts).

During this event, children of people with dementia met other children who grow up in the same situation. They exchanged information and experiences about the situation at home. They also did interesting activities together where they could forget the “difficult” situation at home for a while and became children like children in general.

Agnes Djamianto, one of ALZI Ned’s champions, had the opportunity to participate in this event. She shared her story in the following article.

Together in the fight against Brain Ghosts

As a child of a parent with dementia at a young age, you grow up in different circumstances and have many worries. Children who have parents with dementia often feel inferior because of many challenges in their family. In addition, these young caregivers have responsibilities that are not appropriate for their age and development.

In this summer camp, healthy children and parents had the opportunity to meet, exchange information, talk about their experiences at home, do activities together, and enjoy relaxing moments. There were approximately 40 participants and 7 mentors. The ages of the children participating in this activity varied from 4 to 22 years (the youngest participant was 4 years old).

My heart trembled during this camp. I heard about the struggles of young families whose partners had to go through a long journey only to be eventually diagnosed with Alzheimer’s or another form of dementia. Because of their relatively young age, doctors sometimes considered them burnout or depression.

The children got a chance to speak according to their age group. They talked about different things, such as; their fears, bullying, and not feeling understood. We, healthy parents, also got a lot of opportunities to chat and ask questions in the group.

On the 2nd day, Dr. Sven from the Alzheimer’s Centre came to explain about our brains in a way that was very easy for children to understand. He even brought real brains from people with dementia and healthy brains. There were also many activities we could do together. There were kayaking, float making, climbing, BBQ, and so on.

So far, it was very difficult for me to meet and exchange ideas with people who have the same situation: Alzheimer’s at productive age with the position of children who are still young. My challenge is different from that of the majority of families with Alzheimer’s. Likewise, the existing events or activities, most of them have different goals from mine. Therefore, I am personally very grateful to be able to participate in this event.

Penulis/Writer: Agnes Djamianto, Champion ALZI Nederland

Ceritaku – ADI Conference London 2022

Bulan Juni lalu, saya berkesempatan untuk mengikuti konferensi Alzheimer Disease Internasional (ADI) 2022. Sebuah pengalaman yang berharga yang ingin saya bagikan melalui blog ALZI Ned.

Sebelum Konferensi

Akhir tahun 2021, kak Tania, kak Amalia dan saya menulis 3 buah abstrak untuk dikirimkan ke konferensi ini. Di bulan Februari kami mendapat info bila semua abstrak diterima. Satu abstrak diterima sebagai oral presentation dan dua lainnya sebagai poster presentation. Berbekal abstract acceptance ini, kami mencari beasiswa dan mendapatkan dukungan dari ALZI dan ALZI Ned untuk dapat menghadiri konferensi in-person di London.

Keputusan untuk datang beberapa hari sebelum konferensi dimulai merupakan hal yang positif bagi saya. Dulu, ketika saya belum menikah dan masih tinggal di Jogja, saya cukup sering harus bekerja di luar kota (yang cukup jauh dari Jogja) seperti di Pati, Padang, Nusa Tenggara Barat maupun Aceh. Jadi perjalanan ke London ini adalah kesempatan nostalgia bagi saya untuk berpetualang sendirian. Selain itu, saya belum pernah pergi ke London^^.

Perjalanan Rotterdam – London ternyata hanya ditempuh selama 3 jam dengan kereta. Setelah tiba di St. Pancras International, saya langsung melanjutkan perjalanan menggunakan Tube hingga East Finchley dan berjalan kaki menuju akomodasi. Di akomodasi sudah menunggu rekan-rekan dari Indonesia, kak Michael, kak Lely dan kak Irma. Esok harinya datanglah kak Amalia, kak DY, kak Tania, dan kak Fifi. Sungguh pertemuan yang mengharukan. Kami belum pernah bertemu satu sama lain secara fisik (kecuali dengan kak Amalia dan kak Tania tentunya^^), namun merasa sudah kenal lama. Kami menggunakan waktu yang ada untuk saling mengenal, mempersiapkan konferensi bersama-sama, menyusuri kota London, serta berbagi informasi tentang demensia kepada diaspora Indonesia yang tinggal di London.

Sehari sebelum konferensi berlangsung, saya juga berkesempatan untuk mengikuti meeting perwakilan Asia Pasific. Di rapat tersebut dibahas mengenai kerja sama Asia Pasific dan apa saja hal-hal yang telah dicapai dalam penanganan demensia. Pada kesempatan ini, kami juga berlatih tari Poco-Poco Ceria. Tarian ini akan kami bawakan di akhir agenda opening ceremony konferensi ADI.

Hari Konferensi

Hari 1

Kami datang lebih awal karena kami ikut dalam lomba showcase. Di dalam lomba ini, panitia menyediakan stand informasi yang bisa didekorasi. Setiap pengunjung berhak memilih stand yang paling menarik dan informatif. Kami bekerja sama menghias stand ini dengan informasi tentang Alzheimer Indonesia. Selain itu, kami juga perlu memasang 3 poster ALZI Ned. Setelah semuanya selesai, kami segera menuju ruang 175 Suite dimana opening ceremony segera dilaksanakan.

Mungkin lebih dari 400 orang menghadiri acara pembukaan konferensi secara live. Ini adalah kali pertama saya menghadiri acara yang dihadiri oleh ratusan orang setelah 2 tahun terbiasa dengan kegiatan online karena pandemi. Awalnya ada rasa canggung untuk kontak fisik dengan ratusan orang, namun pada akhirnya saya sangat menikmati dan memang kangen sekali mengikuti agenda fisik. Banyaknya harapan bagi penanganan demensia yang lebih baik mengawali acara pembukaan. Di akhir sesi, saya bersama rekan-rekan dari Indonesia dan beberapa rekan dari Asia Pasific menari Poco-Poco di atas panggung. Benar-benar pembukaan yang meriah.

Poco-poco ceria oleh Alzheimer Indonesia turut memeriahkan pembukaan ADI 2022

Ada banyak tema yang bisa diikuti dan dipelajari dalam konferensi ini, antara lain: demensia sebagai prioritas kesehatan publik; kesadaran akan demensia; diagnosis, terapi dan perawatan demensia; penelitian inovasi terkait demensia; pengurangan risiko demensia; dan juga dukungan bagi caregivers. Di hari pertama ini, saya belajar banyak dari kebijakan nasional dan global, intervensi non-farmakologis, pentingnya kerja sama di dalam komunitas serta pentingnya diagnosis dini dalam demensia.

Suasana salah satu sesi di ADI 2022

Hari 2

Peningkatan kualitas hidup orang dengan demensia (ODD) adalah salah satu tujuan dalam konferensi ini. Namun tanpa adanya kesadaran di komunitas, tujuan ini akan sulit dicapai. Di hari kedua saya belajar tentang pentingnya kesadaran komunitas atau dementia friendly communities, bagaimana kita bisa memperkuat dukungan bagi ODD, keluarganya serta caregivers.

Menjalin kontak dengan peserta lain juga menjadi tujuan ikut serta dalam konferensi ini. Saya berkesempatan untuk berkenalan serta berbagi cerita tentang demensia dengan perwakilan Alzheimer Nederland, perwakilan dari Mauritsius, Australia, India, UK, Belgia, Yordania, serta negara-negara di Amerika Latin. Peserta konferensi datang dari beragam latar belakang, seperti peneliti, pendidik, pelajar, tenaga kesehatan, pekerja seni, pemerhati demensia dan juga ODD. Saya sangat terharu melihat beberapa ODD yang terlibat aktif dalam konferensi ini.

Tania bersama Emily Ong (ADI Board dan Orang Dengan Demensia) dari Singapura di depan presentasi poster

Hari 3

Keterlibatan saya dalam kegiatan di ALZI Ned bukanlah sesuatu yang tidak disengaja. Dalam pendidikan master yang saya tempuh di Universitas Leiden, saya mempelajari tentang penuaan, kesejahteraan lansia dan organisasi lansia. Manusia tidak bisa melihat masa depan. Namun, menjadi tua adalah sesuatu hal yang sudah pasti di masa depan kita. Oleh karena itu kita bisa persiapkan dengan baik. Ketika tahun lalu saya mendengar bahwa ibu mertua saya terdiagnosis demensia, saya menjadi yakin bahwa belajar lebih dalam mengenai perawatan demensia adalah suatu kewajiban bagi saya. Dengan demikian saya bisa mempersiapkan hari tua, mendukung keluarga dengan demensia, serta meningkatkan kesadaran publik akan demensia.

Di hari ketiga konferensi saya semakin diperlengkapi dengan informasi mengenai penelitian terkait pengurangan risiko demensia dan tantangannya, support untuk ODD, serta pentingnya pelatihan bagi tenaga kesehatan maupun caregivers. Topik-topik di atas membuat saya semakin tertarik untuk mendapatkan serta terlibat aktif dalam pelatihan baik di Belanda maupun Indonesia mengenai perawatan demensia maupun komunitas ramah demensia.

Team ALZI mendapat kesempatan luar biasa di hari ketiga ini untuk melakukan workshop tentang brain gym dan Poco-Poco. Setelah hampir selama tiga hari menghabiskan sebagian besar waktu untuk belajar sambal duduk, ini adalah kesempatan bagi peserta konferensi untuk bersama-sama berolah raga. Dipandu oleh kak Lely dan kak Irma, puluhan peserta konferensi melakukan brain gym dan tari poco-poco. Gerakan salah bukanlah masalah, karena yang paling penting adalah bergerak dan bergembira bersama-sama. Di sesi ini semua bergerak dan tertawa lepas. Sebuah sesi yang ceria di penghujung konferensi formal di London.

Konferensi ADI 2022 ditutup dengan agenda pleno yang membahas tentang tantangan ke depan dalam hal data, penelitian, inovasi dan terapi. Dalam upacara penutup, peserta dihibur dengan sebuah tarian klasik. Team ALZI bersorak bahagia ketika stand ALZI diumumkan menjadi stand favorit dalam konferensi ADI 2022.

Tim ALZI Nederland dan Alzheimer Indonesia beserta pengunjung stand dari berbagai negara seluruh dunia

Setelah Konferensi

Team ALZI menutup konferensi dengan makan malam bersama. Kami memilih sebuah food court yang menyediakan berbagai macam makanan sehingga kami bisa memilih sendiri makanan kesukaan kami. Sambil makan kami berdiskusi dan berbagi mengenai hal positif serta tantangan di dalam mengikuti konferensi internasional.

Keputusan menghadiri konferensi secara in-person merupakan keputusan yang tepat bagi saya. Ada banyak hal yang bisa saya pelajari dalam perjalanan kali ini. Saya belajar menulis abstrak, mencari beasiswa, presentasi, dan kerja sama. Saya dapat kembali bertemu dan bekerja bertiga dengan kak Amalia dan kak Tania (kolega yang hampir setiap hari kontak mengurus kegiatan ALZI Ned via WA namun terpisah jarak dan waktu), berkenalan dengan rekan-rekan ALZI pusat yang juga menghadiri konferensi ini, belajar mengenai penatalaksanaan demensia dari berbagai negara, networking dan juga membawa harum nama Indonesia. Ilmu yang saya dapatkan selama konferensi tidak akan sia-sia dan akan saya praktekkan dalam memberi dukungan bagi keluarga dan lingkungan di mana saya tinggal.

Keesokan harinya saya sudah harus meninggalkan London. Pukul 06:00 pagi saya sudah meluncur ke St. Pancras International dengan Uber dan melanjutkan perjalanan pulang ke Belanda dengan kereta.

Terima kasih ALZI dan ALZI Ned untuk kesempatan ini. Terima kasih ibu Sari, Budhe, kak DY, kak Mike, kak Lely, kak Irma, kak Fifi, kak Amalia dan kak Tania untuk kenangan indahnya di London.

ALZI Nederland team ( ki-ka: Tania, Amalia dan Manik)

Salam Jangan Maklum Dengan Pikun!

Penulis

Manik Madijokromo – Kharismayekti

Create a website or blog at WordPress.com

Up ↑